Wednesday, July 11, 2012

UGER UGER PASANG AKSARA BALI LATIN

1. Aksara Legena :

Yang dimaksud dengan aksara legena, ialah aksara Bali yang belum dapat pangangge suara, yaitu berupa tedung, pepet, ulu, suku, taling, taling tedung. Perlu kami tambahkan bahwa aksara Bali legena, sebenarnya sudah mengandung sandangan suara a hrasua (huruf syllabic = huruf suku kata)
Aksara legena yang terletak pada akhir kata ditulis dengan a walaupun suaranya e (pepet), misalnya:
TULISAN DISALIN BUKAN
bapa bape
amaha amahe
jemakina jemakine

Aksara legena pada awalan: ka, ma, maka, kuma, para dan lain sebagainya ditulis dengan a, misalnya:
TULISAN DISALIN BUKAN
katulis ketulis
majalan mejalan
makasisia makesisia
kumanyama kumenyama

Aksara legena yang bersuara (a) pada suku awal kata dasar bersuku tiga ditulis dengan e, misalnya
TULISAN DISALIN BUKAN
segara sagara
panegara panagara / penegara

Dui purwa juga ditulis dengan e misalnya:
TULISAN DISALIN BUKAN
tetajen tatajen
matetulupan matatulupan

Juga tambahan awal yang lain (kata depan) yang bersuara legena, ditulis dengan a, misalnya:
TULISAN DISALIN BUKAN
ba duur be duur
ba delod be delod
ba dangin be dangin

2. Pepet

Pepet: dinyatakan dengan e (tanpa corek/ diakritik), jadi sama dengan taling, misalnya
TULISAN DISALIN
jemak
lambet
meja
celeng

3. Pisah

Penulisan huruf dengan tulisan Latin mengalami dua kemungkinan, kadang-kadang ha (h dengan sandangan) dan pada umumnya ditulis hanya sandangan suaranya saja, karena h itu tidak diucapkan atau di Bali pada umumnya tidak mengucapkan. Berdasarkan hal ini maka penulisan dalam ejaan Latinnya, lebih cenderung mengarah pada pengucapannya (fonetik). Jadi agak berbeda sedikit dengan Bahasa Indonesia, tanda dinyatakan dengan h.
Selanjutnya kalau h itu mendapat sandangan suara di belakangnya, maka h itu tetap ditulis, tidak boleh diluluhkan.
Cobalah perhatikan syarat-syarat pemakaian h ini dan kemudian bandingkanlah contoh-contoh yang satu terhadap yang lain:
Huruf h pada permulaan kata dalam tulisan Bali Latin diabaikan, karena tidak diucapkan, misalnya:

TULISAN DISALIN BUKAN
ujan hujan
entuk hentuk
ajaka hajaka

Huruf h itu juga diabaikan dalam-pengucapan dan penulisan huruf Balinya, karena berubah menjadi arda suara w atau y. Suku kata yang demikian pada umumnya kita jumpai pada vokal yang mengapit h itu, suara yang terdahului, i atau u, misalnya:
TULISAN DITULIS MENJADI DITULIS
sihung siung
tihing tiing
pihing piing
suhung suung
luhu luu
buhaya buaya
Kata-kata yang sejenis dengan contoh di atas pada umumnya adalah kata-kata Bali atau dianggap Bali.

Huruf h itu tetap ditulis, karena dalam pengucapannya masih tetap ada hembusan (aspirat) dan dalam penulisan Balinya tetap memakai ha. Kata-kata yang demikian pada umumnya adalah bahasa yang berasal dari bahasa Jawa Kuna atau masih- berbau Jawa Kuna, misalnya:
sahasa
rahayu
maha
dan lain sebagainya.
Hukum ini masih agak lemah, kalau dibandingkan dengan hukum Bahasa Indonesia, sebab masih ada kemungkinan- kemungkinan lain.

.... ditulis dengan h, misalnya:
amah
amaha
amahin
mabalih
mabalih- balihan

Keterangan
Tentang tulisan: tuung, piing, suung, luu. luung dan lain sebagainya, huruf h nya dihilangkan, tidak boleh ditulis: tihing, pihing, suhung, luhung, dan sebagainya, karena pada umumnya di Bali kata- kata semacam itu h nya tidak disuarakan, walaupun pada beberapa tempat pengucapan wisarga h itu jelas kedengaran, umpama di Bugbug, Sembiran, Nusa Penida dan lain sebagainya.

Kata balihan pada kata mabalih- balihan tidak boleh ditulis balian, sebab pengertiannya akan berubah, yaitu berarti dukun (ingat kata dasarnya).

No comments:

Post a Comment